Berburu Sunrise dari Rumah Pohon di Puncak Bukit Kenegerian Desa Batu Songgan
Hari kedua aku traveling di Desa Batu Sanggan, diisi dengan kegiatan mendaki ke salah satu perbukitan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, untuk mendatangi Rumah Pohon yang didirikan di puncaknya oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) atau Kelompok Kerja (Pokja) desa Batu Sanggan. Pendakian tersebut dilaksanakan di pagi hari banget agar supaya ketika tiba di lokasi bisa menjadi saksi terbitnya sang mentari dari ufuk timur. Atau kalau dalam bahasa sederhananya melihat sunrise gitulah. Selain itu juga untuk menyaksikan suasana pagi kampung Batu Sanggan dari ketinggian yang katanya begitu cantik berselimut kabut di setiap pagi hari seperti itu.
Oh iya, biar nggak dikira ujug-ujug ngoceh serunya mendaki ke rumah pohon, sobat piknik bisa baca cerita perjalananku menuju ekowisata desa Batu Sanggan ini di tulisan sebelumnya. Di mana untuk mencapai desa ini, aku kudu naik Pighau atau sampan kayu bermesin selama sekitar sejam, ngelawan aliran sungai Subayang yang arusnya lumayan deras di beberapa titik. Dihibur dengan panorama hijau dan lebatnya hutan Bukit Barisan di kanan kiri jalur sungainya. Sensasinya kayak menyusuri sungai Amazon mengingat aku emang baru pertama kali plesiran model susur sungai begini. Seru! Jika mau membaca kisah lengkap beserta video dokumentasi perjalanannya, kamu bisa Klik di Sini!
Baiklah, lanjut ke cerita pendakian ke rumah pohon di hutan SM Bukit Rimbangbaling yang ada di desa adat Batu Sanggan. Jadi pagi-pagi banget, aku bareng Kurniawan Effendi, seorang pegiat wisata yang juga salah satu pengurus Kelompok Kerja (POKJA) Batu Bolah desa Batu Sanggan, bersiap untuk melakukan pendakian menuju rumah pohon. Persiapan yang kami persiapkan sebenarnya cuma kamera untuk dokumentasi, kopi serta makanan ringan untuk disantap di rumah pohon atas bukit nanti. Persiapan tersebut dilakukan di basecamp POKJA BATU BELAH, homestay tempat aku menginap selama ngetrip di Kenegerian Batu Songgan.
Untuk menuju ke rumah pohon, dari Camp POKJA BATU BELAH kami harus menyeberangi Sungai Subayang naik perahu terlebih dahulu. Pagi itu kami dijemput oleh Bang Kulin, pengemudi perahu mesin yang kemarin juga menjemput kami saat tiba di pelabuhan desa Gema. Kami naik sampan mengikuti arus sungai Subayang. Jaraknya juga tidak begitu jauh untuk sampai di titik awal pendakian. Sehingga Bang Kulin tidak menghidupkan mesin untuk menggerakkan sampannya. Kembali ke cara tradisional atau manual, yaitu menggunakan dayung!
Pagi itu pagi yang basah karena malamnya habis diguyur hujan. Gara-gara hujan itu juga, sungai Subayang airnya tampak keruh. Tapi ini bisa menjadi hikmah tersendiri buat kamu pembaca setia blog Kebanyakan Piknik ini yang punya planning bertamasya ke objek pariwisata ini. Kamu sebaiknya memilih waktu berkunjung yang tepat, yaitu di musim kemarau atau hari-hari di mana jarang turun hujan. Agar kamu bisa menyaksikan beningnya sungai Subayang yang konon katanya saking jernihnya bisa melihat ikan-ikan yang berenang.
Kurang lebih 21 meter naik sampan mengikuti arus sungai Subayang, kami bertemu cabang sungai yang lebih kecil namun airnya lebih bening ketimbang sungai Subayang, namanya sungai Songgan. Sampan berbelok menyusuri cabang anak sungai tersebut. Dan sekitar 2,5 menit kemudian, akhirnya kami sampai di titik awal pendakian menuju rumah pohon.
Titik start pendakiannya di tepi Sungai Songgan yang suara gemericik alirannya sungguh menenangkan jiwa. Airnya juga cukup jernih padahal bercampur dengan air hujan semalam. Kalau musim kemarau, katanya bisa sangat bening bahkan berwarna hijau tosca saking beningnya. Aku sempat memvideokan merdunya riak arus sungai kecil tersebut, yang bisa teman-teman saksikan di saluran YouTube ZUCKICI CHANNEL.
Ketika sampan sudah bersandar di pinggir sungai Sanggan yang sedikit berpasir, aku dan Kurniawan segera memulai treking, sementara bang Kulin menunggu kami di perahu. Trek pendakiannya cukup menanjak. Jalan setapaknya juga mulai dipenuhi semak akibat sudah lama tidak didatangi wisatawan. Di kanan kiri jalur pendakiannya ada jurang yang curam. Harus ekstra hati-hati dan penuh konsentrasi. Sebab selain berjurang dan mulai bersemak, jalannya juga cukup licin akibat dibasahi hujan tadi malam. Ditambah lagi aku mendaki cuma beralasan sandal jepit swallow!
Setelah kira-kira 21 menit pendakian, kami akhirnya tiba di puncak bukit. Di sana ada bangku buat duduk-duduk nyantai. Juga ada rumah pohon yang merupakan salah satu destinasi menarik yang ditawarkan di desa wisata yang memiliki slogan Mo Ka Songgan (Yuk Ke Songgan) ini. Namun di sekitar bangku dan juga tangga untuk naik rumah pohonnya mulai banyak ditumbuhi belukar. Banyak dedaunan kering dan juga ranting-ranting kecil mengotori kedua sarana tersebut. Ya, semenjak wabah covid-19 merata ke seluruh wilayah Indonesia, objek wisata desa adat Batu Sanggan ini juga tutup sementara tidak menerima pengunjung seperti tempat-tempat wisata lainnya di tanah air.
Malah menurut Kurniawan, akulah pengunjung pertama di rumah pohon ini semenjak pandemi Corona melanda dunia. Sebelumnya selama berbulan-bulan nggak pernah ada yang mendatangi tempat ini bahkan penduduk desa Batu Sanggan sendiri. Jadi wajar banget kalau kondisinya mulai bersemak dan seperti tidak terawat. Tapi kondisi itu sama sekali tidak menjadi persoalan buat aku. Justru menimbulkan suasana hutan yang lebih alami. Tidak bersih kayak hutan di taman-taman perkotaan.
Kemudian kami segera naik ke rumah pohon menggunakan undak-undakan kayu atau tangga yang telah disediakan. Dan dari panggung Rumah Pohon itulah pesona keindahan alam kenegerian Batu Songgan tampak nyata. Hampir satu jam kami duduk rileks di sana. Menyaksikan bukit-bukit tinggi nan hijau dan berselimut kabut mengelilingi desa. Terlihat juga sungai Subayang yang berkelok-kelok yang sesekali memperlihatkan perahu penduduk yang tengah melintas. Diiringi kicauan burung-burung hutan di sekitar kami dan suara sahut-sahutan primata di kejauhan. Sambil menikmati segelas kopi dan cemilan ringan.
Sungguh merupakan pagi yang begitu menyenangkan yang tidak setiap saat bisa aku rasakan. Lelahnya proses pendakian tadi langsung terbayar lunas! Sayangnya kami berangkat terlalu kesiangan, sehingga ketinggalan momen sunrise dari puncak bukit di seberang tempat kami berada.
Puas berada di rumah pohon desa Batu Songgan tersebut, kami pun bergegas turun bukit untuk kembali ke camp Pokja Batu Belah. Tapi tamasya belum berakhir, saudara-saudara. Nanti sehabis sarapan pagi di camp, kami akan kembali berpetualang ke destinasi berikutnya! Yaitu menjelajah ke salah satu hutan di kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, menuju air terjun Sungai Kociek. Bagaimana serunya perjalanan jelajah hutan tersebut nanti akan aku ceritakan di artikel berikutnya.
Seperti itulah sepenggal kisah serunya mendaki salah satu bukit di Kenegerian Batu Songgan yang di puncaknya terdapat rumah pohon. Dari rumah pohon tersebut, traveler bisa melihat view matahari terbit, sungai Subayang yang meliuk membentuk huruf U, dan juga kampung Batu Sanggan yang di pagi hari berselimutkan halimun.
Dan berikut ini rekaman video pendakianku menuju rumah pohon di desa wisata Batu Sanggan:
Terakhir apabila menurut kamu informasi ini menarik, kamu boleh banget membagikannya via jejaring sosial mulai Facebook, Twitter, Pinterest, hingga WhatsApp, yang masing-masing tombol share-nya sudah disediakan di bawah artikel ini. Terima kasih and...
Happy Traveling!
Posting Komentar untuk "Berburu Sunrise dari Rumah Pohon di Puncak Bukit Kenegerian Desa Batu Songgan"
Posting Komentar